Menurut
sumber tradisi Kuningan bahwa setelah Sang Adipati Kuningan meninggal dunia, ia
digantikan oleh salah seorang putranya yang dikenal dengan julukan Geusan Ulun.
Sumber lain menyebutkan bahwa Geusan Ulun Kuningan tersebut sebenarnya bernama
Kusumajaya. Nama Geusan Ulun pada kurun waktu yang sama (sekitar abad XVI-XVII)
juga dikenal di daerah lain yaitu Geusan Ulun Sumedang, yang bernama
Angkawijaya. Geusan Ulun pengganti Sang Adipati Kuningan ini diberitakan
mempunyai banyak istri. Mungkin sekali perkawinan yang dilakukannya itu
mempunyai arti politik. Wanita-wanita yang diperistrinya itu mungkin
puteri-puteri dari tokoh-tokoh setempat yang mempunyai kedudukan penting atau
berpengaruh di daerahnya. Diceriterakan bahwa Pangeran Geusan Ulun Kuningan
mempunyai 40 putera-puteri, yang kebanyakan mendapat sebutan “Dalem”. Adapun
nama ke-40 orang putera-puteri Geusan Ulun seperti dikenal dalam ceritera
rakyat adalah sebagai berikut:
1. Dalem
Mangkubumi, yang dimakamkan di Purwawinangun
2. Dalem
Citangtu, dimakamkan di Desa Citangtu
3. Dalem
Pasawahan
4. Dalem
Panyilih
5. Dalem
Koncang
6. Nyai
Panembahan Girilaya
7. Dalem
Aryajaya
8. Nyai
Gedeng Anggadiraksa
9. Nyai
Gedeng Jati
10. Dalem
Kasturi
11. Dalem
Dagojawa, dimakamkan di Purwawinangun
12. Nyai
Kuwu Cirebon Girang
13. Adipati
Ukur
14. Nyai
Gedeng Panguragan
15. Dalem
Winduherang, dimakamkan di Purwawinangun
16. Dalem
Salahonje
17. Dalem
Nayapati
18. Nyai
Aria Salingsingan
19. Dalem
Karawang
20. Dalem
Amonggati (Somagati), dimakamkan di tepi Sungai Citamba
21. Dalem
Cihideung
22. Dalem
Cengal
23. Nyai
Musti
24. Dalem
Keko
25. Dipati
Barangbang
26. Dalem
Paduraksa
27. Dalem
Cigugur
28. Dalem
Tembong
29. Dalem
Cikandang
30. Nyai
Dalem Sumedang
31. Dalem
Cibinuang, dimakamkan di Desa Cibinuang
32. Dalem
Maruyung
33. Dalem
Bolostrong
34. Dalem
Tarka
35. Dalem
Haurkuning
36. Dalem
Wirajaya, dimakamkan di Kelurahan Kuningan
37. Dalem
Mungku
38. Dalem
Cigadung
39. Dalem
Cageur
40. Dewi
Ratna Cempaka
(Sumber :
Tisnawerdaya dan Mansur, t.th: 16-17).
Dari nama
diri atau julukan para putera Geusan Ulun itu dapat ditafsirkan bahwa sebagian
besar dari mereka menjadi penguasa lokal atau menjadi istri penguasa lokal di
wilayah Keadipatian Kuningan dan luar Kuningan. Beberapa orang puteranya
disebut dengan julukan dalem yang diiringi dengan nama tempat kedudukannya.
Dalem adalah julukan bagi seseorang yang pernah menjadi kepala pemerintahan di
sebuah daerah tertentu.
Adapun
putera tertua Geusan Ulun yang disebut Dalem Mangkubumi selanjutnya
menggantikan kedudukan ayahnya sebagai Adipati (di) Kuningan, tetapi dalam
lingkup kekuasaan dan daerah yang lebih kecil. Bisa jadi ia mengkoordinir
daerah-daerah lainnya yang diperintah oleh adik-adiknya. Kemungkinan Mangkubumi
itu bukan nama diri, melainkan sebagai nama gelar atau julukan. Dalam susunan
pemerintahan di Kerajaan Sunda, mangkubumi itu merupakan nama jabatan di bawah
kedudukan raja yang bertugas menangani hal-hal yang bertalian dengan urusan
tanah.
Sehubungan
dengan tokoh Dalem Mangkubumi, terkait dengan nama Kebumen yang terletak di
sebelah selatan Masjid Syiarul Islam sekarang. Lokasi tersebut adalah bekas
tempat kedudukan Dalem Mangkubumi ketika memegang pemerintahan. Kata Kebumen
dari ka-bumi-an yang bermakna lokasi atau tempat, menjadi kabumian lalu berubah
menjadi kebumen. Kebumen mengandung arti tempat tinggal pemegang pemerintahan
(mangkubumi). Memang kegiatan pemerintahan di daerah Kuningan dulu berpusat di
sekitar alun-alun kota Kuningan (sekarang halaman Masjid Syiarul Islam
Kuningan). Hal itu sesuai dengan konsep tata kota lokasi pusat pemerintahan
menurut tradisi Cirebon. Bahwa pusat kota atau bangunan tempat kegiatan
pemerintahan (keraton, pendopo kabupaten) terletak di sebelah selatan
alun-alun, mesjid sebagai tempat ibadah di sebelah barat alun-alun, pasar
sebagai tempat kegiatan perdagangan di sebelah utara alun-alun, dan penjara
sebagai tempat tahanan penjahat di sebelah timur alun-alun. Demikianlah,
Kebumen itu sejak masa lalu telah menjadi tempat kedudukan “penguasa Kuningan”,
sampai akhirnya Kabupaten (ka-bupati-an/ tempat kedudukan bupati) ini pindah ke
tempat sekarang (Jl. Siliwangi 88) yang tadinya merupakan tempat kediaman
asisten residen pada masa Hindia Belanda.
ada juga
yang menyebut dengan julukan “Ranggamantri”. Padahal di generasi berikutnya
kita lihat juga ada nama Ranggamantri (Pucuk Umun Talaga). Dari hal tersebut
seolah-olah nama Ranggamantri muncul sebagai : 1) nama lain dari Prabu
Surawisesa / Rd. Suralaya, dan 2) Pucuk Umun Talaga (putera dari Rd. Munding
Surya). Kiranya nama Ranggamantri ini bukanlah nama orang yang sesungguhnya,
tetapi sepadan dengan nama gelar jabatan para bangsawan istana/keraton, seperti
halnya: Adipati, Tumenggung, dll.
Selanjutnya
perlu dijelaskan bahwa sepeninggal Rd. Kusumajaya (Geusan Ulun Kuningan),
sebenarnya beliau mempunyai banyak putera & puteri (sebagaimana saya
jelaskan dalam tulisan lain di blog ini). Namun yang ditulis hanya Mangkubumi
karena beliaulah yang mempunyai andil besar dalam meneruskan estafet
pemerintahan di Kuningan pada masa itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar